Senin, 23 Agustus 2010

simpul mati

Ada masa di mana sepasang tali terikat simpul mati. Sepanjang upaya untuk menyatukan kedua tali, selalu ada celah untuk menarik ujung yang satu agar saling bersilangan sempurna dengan ujung tali yang lain. Kadang celah itu terbuka lebar, ketika kedua tali tidak saling tarik. Namun tidak jarang pula celah itu hampir tak tampak karena kedua tali melupakan tarikan yang pas untuk menghindari tertutupnya celah.

Minggu, 22 Agustus 2010

wiring bittarae


Familiarkah nama itu bagi kalian? Tentu jawabannya iya, bagi mereka (yang pasti sudah banyak) yang telah membaca buku karya Fauzan Mukrim, senior kami di Jurusan Komunikasi Universitas Hasanuddin. Lebih akrab ia dipanggil Kak Ochan. Aku terkejut sekaligus kagum ketika membaca bagian di mana Senja akhirnya berkenalan dengan seorang yang juga wartawan bernama cukup unik, Wiring Bittarae. Kaum Bugis akan langsung mengenali nama itu sebagai nama khas Bugis. Meskipun aku belum pernah sekalipun mendengar idiom semacam itu, namun seketika itu pula Kak Ochan menerangkan artinya di bagian tersebut.

Jujur, buku ini baru saja selesai kubaca. Setelah 2 minggu tergeletak di dalam box karton yg kubawa pulang dari Makassar tempo hari. Buku itu kupinjam dari Darma, setelah sempat kecewa karena edisi tandatangan asli Kak Ochan sudah habis stock. Tapi setelah dipikir-pikir, aku bisa minta langsung jika Kak Ochan datang ke Makassar nantinya.Bulan Ramadhan pun sepertinya hanya menyisakan sedikit waktu untuk kegiatan membaca buku, apalagi menyelesaikannya. Tapi akhirnya buku ini tuntas juga ku baca.

Sebenarnya banyak sekali bagian menarik di buku ini, yang jika ia halaman web di situs tertentu, pasti akan ku tandai sebagai bookmark. Seperti bagian di mana Senja tengah bergelut dengan kesibukan dan alur cepat yang khas di sudut-sudut ruangan gedung stasiun tv yang tidak pernah mati. Meskipun sekarang aku bekerja jauh dari cita-cita yang membawaku ke Jurusan Ilmu Komunikasi, namun selalu ada semangat jika membaca tentang kehidupan dan kerasnya kerja seorang wartawan.

Apalagi petualangan-petualangan Senja dan rekan-rekan sesama jurnalis yang tidak gentar untuk terjun langsung ke daerah-daerah konflik maupun bencana. Segala hal yang berbau menantang dan sedikit ekstrim seperti itu yang bisa membuat gejolak aderenalin lebih mendesir deras. Tapi tentunya mereka melakukan itu bukan semata atas dasar mencari pil pemacu adrenalin alias kejadian-kejadian menegangkan demi sebuah cerita seru di depan keluarga ataupun teman. Itu adalah tugas, itu adalah pekerjaan, dan itu adalah ibadah bagi mereka, apapun agamanya. Ketika jaringan komunikasi di Aceh terputus dengan dunia luar karena bts yang rusak, para jurnalis inilah yang mengumpulkan sejumlah data dan fakta di lapangan yang akan memberi petunjuk pada dunia luar apa yang sebenarnya terjadi di tanah Cut Nyak Dien itu.

Salah satu bagian yang juga menurutku paling mengguncang emosi adalah ketika Senja mengobrol panjang dengan kawan lamanya sesama murid kiai di kampung, Asrari Khudi atau Ari. Setelah lama berpisah, Ari ternyata jadi buronan polisi karena terlibat di beberapa peristiwa ledakan bom di beberapa tempat. Ia menjadi salah satu dari sekian yang dituduh teroris oleh pihak berwajib. Akhirnya mereka bertemu dan bercerita begitu lama. Termasuk mengapa Ari menjadi salah satu dari mereka. Mengapa dunia harus menjadi korban ketidakharmonisan Israel dan Palestina yang jika dilihat ke belakang, semua berawal dari perebutan tanah nenek moyang (aku sedikit mengetahui sengketa ini karena skripsiku membahas film dengan latar belakang yang sama).

Tapi Senja justru memberikan sebuah pandangan yang sedikit lebih luas dan tidak melulu menyalahkan ras atau agama tertentu. Ia menyebutkan nama Artur Gish, dan yang paling tragis adalah Rachel Corrie. Kisah memilukan seorang gadis Amerika bernama Rachel Corrie yang menyadari ada sesuatu yang sangat salah dengan dunia ini ketika melihat Israel selama puluhan tahun menindas rakyat kecil Palestina. Ia menjadi relawan yang turun langsung ke Palestina, dan akhirnya harus tewas di bawah roda besi dan "tangan" raksasa mesin buldozer yang akan menghancurkan rumah salah seorang warga Palestina. Bagian ini membuat sesuatu serasa menusuk tenggorokan ku, yang biasanya terjadi ketika aku menahan sesuatu keluar mengalir di sudut mata.

Singkat kata, Senja bertemu seorang gadis, yang juga namanya unik, Horizon Santi. Ya, Horizon berarti cakrawala, dan cakrawala itu bagai tepian dari langit yang maha luas, penjelasan itupun ada dalam buku ini. Berarti teori turbulensi itu memang ada dan dipercaya oleh banyak orang. Ketika seekor kupu-kupu mengepakkan sayapnya di Kirgistan, getarannya bisa mengakibatkan badai di Pantura. Horizon Santi yang akhirnya menemukan bahwa ia adalah anak angkat gara-gara email dari seseorang yang tidak ia kenal bernama Tepi Langit, ternyata dibawa waktu bertemu Senja yang nantinya akan mempertemukan ia dengan masa lalunya yang diketahui sangat jelas oleh si Tepi Langit ini.

Ketika bertugas di Aceh, Senja tanpa sengaja mendengar sebuah nama yang menjadi kunci dari pencarian Santi akan orangtua kandungnya. Wiring Bittarae, salah seorang wartawan yang lama bertugas di Aceh dan pernah mewawancarai salah seorang panglima GAM. Aku selalu menyukai nama-nama berbahasa bugis, mungkin karena namaku juga begitu. Kurang lebih artinya adalah "pemberian Tuhan dari bulan". Meskipun kedengarannya aneh tapi aku menyukai nama ini. Nama inilah yang membuat guru-guruku, dari SMA hingga SD sulit melupakan muridnya yang satu ini. Sama halnya dengan teman-teman sekolahku. Kadang aku bertemu salah satu dari mereka, namun tidak sedikit pun terbayang nama seperti apakah yang dimiliki temanku ini. Sebaliknya mereka justru langsung memanggil namaku. Mungkin sebegitu anehnya namaku, hingga orang-orang tidak pernah lupa ketika mengingat atau menyebutkannya sekalipun.

Cerita ini masih terus membayang, meskipun aku telah menutup halaman terakhirnya. Begitu banyak pengalaman imaji yang ditawarkan oleh kak Ochan dalam bukunya. Kehidupannya sebagai wartawan lapangan yang mendapat penugasan-penugasan di luar zona nyaman membuat ku iri. Tapi setidaknya ia telah membolehkanku merasakannya lewat gambaran ku sendiri yang ia bentuk lewat tulisannya. Dan aku yakin masih banyak lagi karya besar dan hebat yang akan lahir dari seorang Fauzan Mukrim. Kami tunggu kak.

Jumat, 06 Agustus 2010

buka cabang

bukan hanya toko yang bisa buka cabang. blog juga bisa. dan itu kulakukan dengan menambah satu lagi blog di daftarku. meskipun akan banyak yang bilang, mengisi satu blog saja susah ini malah nambah lagi. ya, aku memang tidak rajin posting tulisan di blog, terbukti dengan sepinya blog ku sebelumnya. baik tulisan, apalagi komentar.

untuk mengadakan penyegaran dan memacu produktifitas, aku coba membuka satu lagi blog. semoga bisa bikin semangat dan menambah stamina menulis sesuatu di blog. meskipun kadang ada penyesalan, tidak sesegera mungkin menuliskan ide di kepala saat itu juga. karena memoriku terhitung lebih kecil kapasitasnya dari kemampuan memori manusia kebanyakan. apalagi jika harus mengembalikan emosi yang dirasa ketika ide itu datang. beberapa jam saja, rasa dari pengalaman yang sebelumnya bisa-bisa menguap. dan lenyap.

seperti beberapa hari yang lalu, ketika aku sedang menunggu pete-pete pulang ke rumah sepulangnya aku dari tempat kerja. tempat itu tepat di seberang lapangan kota sengkang yang fungsinya bisa bermacam-macam. pada hari itu,lapangan sedang ramai oleh anak-anak remaja usia SMP dan SMA yang menggunakan kostum khusus identitas sekolah mereka. menjelang 17 Agustus, banyak acara dan lomba diadakan. salah satu yang sangat khas adalah lomba gerak jalan antar sekolah.

melihat anak-anak itu tengah bersiap dengan berupa kesibukan, mulai dari sekedar ngobrol, menanti teman yang belum datang, saling membenahi kostum dan aksesori, hingga mengumpulkan teman untuk latihan menyiapkan barisan, aku seperti kembali menunggangi mesin waktu ku. mengembalikan ingatan pada masa-masa sekolah dan mengikuti lomba serupa.

tapi sampai saat ini, ada beberapa rasa yang muncul saat itu tapi seakan hilang tanpa meninggalkan jejak pada memori. rasa itu yang harus aku kumpulkan untuk menulis kisah-kisah lainnya. rasa yang berbanding lurus dengan ingatan. saling membutuhkan satu sama lain. tanpa keduanya, aku tidak bisa meneruskan tulisan dan menyelesaikannya dengan kalimat yang tepat. dan aku harus menyudahi ini dulu. selamat datang di cabang kami....